"Pakaian Ayah" Chapter I
Siapa yang tidak tau dengan seorang ayah? Itu tidak mungkin karena beliau lah yang sudah membesarkan, membimbing, dan menjaga kita sampai sebesar ini. Beliau pun bertanggug jawab atas semua kekurangan dikeluarga kita. Beliau juga yang memimpin sebuah keluarga agar menjadi keluarga yang sakinah mawadah waromah.
Sore itu, aku sengaja menyempatkan diri untuk duduk-duduk santai sembari melamun dan memikirkan sesuatu yang bisa dibilang cukup menguras otak. Pikiranku melayang jauh dan memikirkan tentang mengapa aku diperolok-olok banyak orang. Memang miris, tetapi sungguh jauh lubuk hatiku, aku sama sekali tak mengerti isi pikiran mereka. Sampai akhirnya aku tersentak karena mendengar suara obeng jatuh. Ya, Ayahku memang seorang lelaki yang kesehariannya bekerja sebagai montir yang kadang-kadang juga bekerja sebagai tukang servis barang elektronik. Tiba-tiba entah mengapa pikiranku tertuju pada ayahku.
"Mungkinkah ayah penyebab semua ini?" tanyaku dalam hati.
Otakku benar-benar berfikir keras saaat itu. Entah kenapa otakku ini bisa berfikir sampai sejauh itu.
Secara fisik, ayahku sebenarnya cukup mengagumkan, badannya kekar, kulitnya coklat kehitaman terbakar matahari, dia punya jamban beserta jenggot yang lebat, tetapi sayang kurang terawat. Andai saja jambang beserta jenggotnya itu terawat, pasti akan terliht sangat bagus karena itu bisa jadi kombinasi yang pas dengan rambut hitamnya yang kini kian memutih seiring berjalannya waktu. Bulan depan ayah genap berusia 45 tahun. Tetapi umurnya itu tidak membuatnya tampak lebih tua. Bagiku dia ayahku yang masih muda dan hebat. Tapi sayang seribu sayang, tubuh yang sungguh indah dan mengagumkan itu kini hanya tertutupi oleh kain kemeja dan jins lusuh. Tak bisa aku pungkiri, sebenarnya aku lebih suka melihat ayahku memakai pakaian tentara atau polisi yang pasti sangat cocok dengan postur tubuh kekarnya. Memang, dulu sempat terlintas keinginan untuk menjadi seperti itu dalam pikiran ayah. Segala cara sudah ayah lakukan. Kini usaha itu telah sia-sia. Bukan tambah bahagia, kehidupannya kini malah menjadi lebih sengsara dari sebelumnya.
Mungkin itu lah yang menjadikan aku motif mengapa aku sampai berfikir kalau ayah penyebab ini. Penyebab kegagalanku dalam bergaul dengan teman-teman. Ketika anak-anak mengusiliku, kupikir itu karena mereka melihat ayahku memakai pakaian lusuh yang sama setiap harinya. Ayahku hanya memiliki dua pasang pakaian dalam hidupnya. Ia lebih suka memakai pakaian simpel, karena itu bisa membuatnya lebih bebas bergerak saat ia mulai mengotak-atik mesin elektroniknya. Ia juga tidak pernah mengeluh kepada siapapun dan juga selalu sabar dalam menghadapi cobaan dalam hidupnya.
Setiap hari ia selalu bekerja keras demi keluarganya. Saat itu, ia sedang melayani seorang yang akan menyervis televisinya. Setelah ayahku memberikan televisi yang sudah benar itu, ayah langsung diberi upah menyervis televisi. Ayah juga tidak mematok harga untuk setiap benda yang diservisnya. Ayah hanya ingin diberi sesuai kemampuan pembeli untuk membayar. Ayahku memang baik hati sekali.
BERSAMBUNG. . . .
Yah, itu tadi kisah nyata ayahku yg dulu. Artikel ini sebenarnya sudah ditulis terlebih dahulu dibuku pribadi milik kakak saya sendiri sejak tahun 2010 dan Dwi Aryani (Penulis artikel dibuku pribadi) itu memang benar-benar merasakannya. Saya mencoba membagikan kisah pengalaman kakak saya dan saya di blog ini. Mohon diterima.
Nantikan kisah selanjutnya tentang ayahku yah...
#Warbyazah